besar masuk drainase kecil, dan ada pompa besar memompa ke saluran kecil di daerah industri.
"Padahal, idealnya mereka membuat sumber resapan sendiri. Pada umumnya masyarakat mau lingkungannya kering secepatnya padahal salurannya tidak ada. Naturalisasi itu keharusan, normalisasi itu kepaksaan," tegasnya. "Solusinya sederhana meski saya ditertawakan orang. Model-model hidrodinamika saya berupa pengendali dan penghitung aliran air sudah dipakai di Australia dan sejumlah negara lainnya di berbagai proyek," tambah Muslim Muin.
Untuk Jakarta, lanjut Muslim Muin, solusinya tidak bisa lagi air dialirkan yang seharusnya menggunakan pompa."Kalau kita buat masing-masing memompa, saluranMuslim Muin juga mencermati masih murahnya harga air PDAM serta masih minimnya pengawasan penggunaan air tanah membuat masyarakat tidak memiliki kemauan untuk menadah air hujan yang sebenarnya memiliki kualitas baik dan seharusnya ditampung.
"Prinsipnya Gela ini ada talang, di tampung terlebih dahulu di taman-taman yang ada. Konsepnya seperti ini setiap industri, hotel pusat perbelanjaan harus mau memiliki tempat penampungan air nya masing-masing. Perlu digarisbawahi bahwa program ini digenangkan di daerah-daerah terbuka, bukan di daerah permukiman penduduk," pungkas Muslim Muin.
Beton dimana mana, ngarep bebas banjir🤭 bangun bong tidur loe terlalu miring.
Yang normal hanya ketidaknormalan itu sendiri. Yang becus hanya ketidakbecusan itu sendiri. Oh wan Abott.
GABENEEERRR,,,,, Y 'GAK NORMAL',,,,,, KALO 'NORMAL' PAZTI BENERRRRR,,,,, 👍😉🤣
Drainase mana yg mampu menampung limpasan air dr 90% area yg tertutup beton malih?
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Sumber: kompascom - 🏆 9. / 68 Baca lebih lajut »
Sumber: detikcom - 🏆 29. / 51 Baca lebih lajut »
Sumber: kompascom - 🏆 9. / 68 Baca lebih lajut »
Sumber: kompascom - 🏆 9. / 68 Baca lebih lajut »
Sumber: republikaonline - 🏆 16. / 63 Baca lebih lajut »
Sumber: Beritasatu - 🏆 26. / 59 Baca lebih lajut »