Bertengger di dataran antara sungai Niger dan Bani, Djenné telah dihuni sejak tahun 250 SM, menjadikannya salah satu kota tertua di kawasan sub-Sahara Afrika.
Setelah mengunjungi tempat ini pada awal 1900-an, dengan penuh semangat, jurnalis Perancis Félix Dubois menggambarkan masjid itu sebagai 'persilangan antara landak dan organ gereja'. Dinding Masjid Agung Djenné direkonstruksi menggunakan lumpur setiap bulan April dalam acara yang digelar selama satu hari yang epik, yang disebut Crépissage .
Malam sebelum hari perbaikan bangunan, seantero desa diramaikan obrolan menyambut hari spesial itu di mana penduduk setempat pun ambil bagian dalam karnaval yang dikenal sebagai La Nuit de Veille, atau The Waking Night. Masing-masing kelompok bersaing satu sama lain untuk menyelesaikan bagian mereka terlebih dahulu. Menang adalah hal yang sangat membanggakan bagi para peserta, yang juga akan menerima hadiah uang sebesar 50.000 franc CFA Afrika Barat, atau sekitar Rp1,1 juta, jumlah uang yang signifikan di kota di mana banyak orang berpenghasilan kurang dari £ 1, atau sekitar Rp17.500 sehari.
Tak lama, massa yang menggeliat di antara banco menjadi sulit untuk diuraikan dari lumpur itu sendiri.Crépissage adalah satu hari dalam setahun di mana perempuan diizinkan memasuki masjid, bertugas membawa air dari sungai sebagai bahan campuran banco.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Sumber: antaranews - 🏆 6. / 78 Baca lebih lajut »
Sumber: Beritasatu - 🏆 26. / 59 Baca lebih lajut »
Sumber: detikcom - 🏆 29. / 51 Baca lebih lajut »
Sumber: liputan6dotcom - 🏆 4. / 83 Baca lebih lajut »
Sumber: republikaonline - 🏆 16. / 63 Baca lebih lajut »
Sumber: antaranews - 🏆 6. / 78 Baca lebih lajut »