Liputan6.com, Jakarta - Keinginan Indonesia memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana produk bangsa sendiri segera terwujud setelah penantian panjang lebih dari setengah abad. Namun rencana pengesahan revisi KUHP atau RKUHP menuai polemik.
Dia menambahkan, RKUHP juga tidak boleh mendegradasi tindak pidana yang bersifat khusus dan extraordinary crimes menjadi tindak pidana umum, sehingga tidak memerlukan lagi cara penanganan yang luar biasa."Pada gilirannya dapat menghapuskan peran KPK," ujar Fickar menoontohkan. Lebih lanjut, Fickar menilai DPR arogan jika tetap bersikeras mengesahkan RKUHP di tengah gelombang penolakan dan banyaknya pasal bermasalah. Menurutnya, DPR belum maksimal menyerap aspirasi masyarakat dalam membuat undang-undang.
Ketua Advokasi Aliansi Jurnalis Independen Jakarta, Erick Tanjung mengatakan, pihaknya bersama sejumlah elemen yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil mendesak pemerintah dan DPR menunda pengesahan RKUHP. Dia juga menyoroti kemunduran dalam pembahasan RKUHP karena menghidupkan lagi pasal yang telah dibatalkan MK, yakni penghinaan terhadap presiden."Nanti kita tak bisa lagi mengkritik pemerintah dan masyarakat tak punya wakil lagi untuk menyuarakan lewat media," katanya.
Berdasarkan draf RKUHP yang diterima pada tanggal 28 Agustus 2019, setidaknya ada tiga pasal yang mengatur soal penghinaan terhadap harkat dan kehormatan presiden di RKUHP, di antaranya pasal 218, 219, 220. Namun pada pasal selanjutnya diatur bahwa Pasal 218 dan Pasal 219 berlaku jika ada aduan. Aduan itu juga harus dilakukan oleh pihak yang dirugikan yakni presiden atau wakil presiden atau diwakili kuasa hukum masing-masing.
Taufiqulhadi juga menegaskan pasal ini tidak akan mengganggu kebebasan berpendapat. Sebab, delik pasal tersebut adalah aduan. Gagasan ini lahir karena selain KUHP yang ada merupakan produk pemerintahan kolonial yang sejumlah pasalnya tak bisa dilepaskan untuk kepentingan pemerintahan jajahan, juga lantaran perlu ada aturan dan rumusan baru bagi sejumlah delik pidana.
Beberapa tahun kemudian anggota tim ditambah, antara lain dengan melibatkan Prof Mardjono Reksodiputro, Karlinah Soebroto, Andi Hamzah, Muladi, Barda Nawawi, dan Bagir Manan. Soedarto memimpin tim hingga ia wafat pada 1986 dan kemudian digantikan Roeslan Saleh.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Sumber: mediaindonesia - 🏆 2. / 92 Baca lebih lajut »
Sumber: liputan6dotcom - 🏆 4. / 83 Baca lebih lajut »
Sumber: liputan6dotcom - 🏆 4. / 83 Baca lebih lajut »
Sumber: Beritasatu - 🏆 26. / 59 Baca lebih lajut »
Sumber: liputan6dotcom - 🏆 4. / 83 Baca lebih lajut »
Sumber: detikcom - 🏆 29. / 51 Baca lebih lajut »