BEGITU dinyatakan negatif Covid-19, Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman langsung tancap gas. Ia kembali bekerja di kantornya di lantai dua gedung KPU pusat, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, sejak 26 Oktober lalu. Infeksi virus SARS-CoV-2 membuat Arief sempat dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Ia harus meninggalkan pekerjaan selama 35 hari meski tidak menunjukkan gejala klinis.
Kepada wartawan Tempo Wahyu Dhyatmika dan Mahardika Satria Hadi, Arief menceritakan persiapan KPU dalam menggelar pilkada, tarik-ulur penundaannya, hingga penggunaan Sirekap. Wawancara dilengkapi dengan jawaban Komisioner KPU, Ilham Saputra, yang diwawancarai secara terpisah sebelumnya lewat konferensi video oleh Mahardika, Nur Alfiyah, dan Abdul Manan pada Selasa, 13 Oktober lalu. Ilham menjadi pelaksana harian Ketua KPU selama Arief dirawat.
Arief: Menerapkan regulasi tentu butuh dukungan dan kepatuhan banyak pihak. Kalau ada yang melanggar, tentu mekanisme peringatan dan pemberian sanksi harus ditegakkan oleh KPU daerah. Kalau ada pelanggaran administrasi, KPU harus bertindak setelah diproses di Bawaslu. Jika ada unsur pidananya, setelah diproses di Bawaslu bisa dikirim ke aparat penegak hukum.
Bagaimana tarik-ulur pembahasannya sampai akhirnya pilkada diputuskan tetap digelar pada 9 Desember 2020 di tengah kondisi pandemi? Waktu itu jumlah kasus masih sedikit. Kami masih tenang-tenang. KPU sudah menyebutkan, kalau mau punya ruang dan waktu yang cukup, konsentrasi penanganan pandemi yang cukup, ya September tahun depan. Kami lalu minta pendapat para ahli, termasuk berkirim surat ke BNPB. Kami bertanya kapan pandeminya berakhir? Apakah kami bisa menjalankan pilkada?Tidak ada pihak yang bisa memastikan kapan pandemi berakhir. Syarat-syarat yang diajukan KPU juga belum tentu bisa dipenuhi.
Yang harus menjadi pemahaman kita adalah keputusan itu dibuat pada Mei lalu. Saat itu kondisinya seperti itu. Belum ada yang bisa memperkirakan kapan vaksin keluar, tren naik-turun kasusnya seperti apa. Waktu itu ada yang memprediksi puncak pandemi di Indonesia pada Juli-Agustus, setelah itu melandai. Ternyata begini terus. Harus dilihat konteks pada saat keputusan diambil.
Ketua KPU RI Arief Budiman bersama Komisioner KPU Ilham Saputra saat melihat data partai politik yang sudah tervalidasi untuk mengikuti pilkada Serentak 2020 di kantor KPU di Jakarta, Selasa, 1 September 2020. Antara/Reno EsnirAwalnya KPU mengajukan Rp 4,7 triliun, tapi realisasinya hanya Rp 3,7 triliun. Ini anggaran totalnya.Pertama, KPU melakukan penghematan atau efisiensi dari perubahan harga rapid test. Saat awal dulu harga alat rapid test Rp 300 ribu-350 ribu.
Siap Mainkan ya bud 😱
Ya sudah lah.... Percuma juga teriak teriak nolak,,, saya curiga jangan jangan...
Pilkada Abal - Abal....cuma sebagai ajang untuk menipu Rakyat.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Sumber: detikcom - 🏆 29. / 51 Baca lebih lajut »
Sumber: CNN Indonesia - 🏆 27. / 53 Baca lebih lajut »
Sumber: tribunnews - 🏆 37. / 51 Baca lebih lajut »
Sumber: antaranews - 🏆 6. / 78 Baca lebih lajut »