Tidak bisa dimungkiri, pertumbuhan dan perkembangan Jakarta menjadi kota megapolitan menggeser kampung Betawi sekaligus kebiasaan adat istiadatnya. Hal ini berdampak juga pada ondel-ondel yang tak lagi dimaknai sebagai sebuah rituali yang harus dirayakan secara bersama.
Keresahan yang sama juga dirasakan oleh Andri . Perlakuan negatif dari masyarakat, seperti diusir dan dipandang sinis, menjadi makanannya sehari-hari. Ia sadar, pandangan negatif muncul dari masyarakat tak lepas dari tampilan dan cara mereka meminta-minta. Tak hanya itu saja, ondel-ondel kerap dijadikan alat untuk menakuti anak-anak.
”Kami tak memainkan musik secara langsung. Namun, jika tak ada ondel-ondel di tengah masyarakat, orang akan semakin asing dengan budaya Betawi. Lagi dan lagi, Betawi tersisih di kotanya sendiri. Jangan jadikan ondel-ondel sebagai benda mati terpajang di depan pintu saja dan ondel-ondel jangan hanya ada pada saat acara besar saja,” kata pria yang ditemui tak jauh dari Stasiun Tebet, Jakarta Selatan, Minggu malam.
”Ondel-ondel merupakan kebudayaan agraris Betawi. Ondel-ondel semakin kaya ketika kebudayaan Tionghoa datang. Orang Tionghoa mempunyai tradisi menaruh dua boneka besar bernama Yomas di depan pintu ketika salah satu anggota keluarga mereka meninggal. Boneka ini berpakaian warna cerah. Boneka Yomas memiliki konsep Yin dan Yang. Konsep keseimbangan antara baik dan buruk,” kata Rizal.
Pada 1970-an, Ali Sadikin mengangkat ondel-ondel sebagai budaya Betawi dan ikon Jakarta. Ondel-ondel diletakkan di depan pintu-pintu kantor pemerintahan, mulai dari kantor kelurahan, kecamatan, hingga kantor gubernur. Hal ini dilakukan agar kantor-kantor tersebut terhindar dari hal-hal buruk dan melindungi para pegawai di dalamnya.
Akibat tidak adanya perhatian dan pembinaan, banyak hal yang tidak sesuai dengan nilai ondel-ondel. Salah satunya lagu-lagu tanjidor yang mencerminkan budaya Betawi justru diganti dengan lagu dangdut atau lagu populer lainnya. Stigma negatif pun akhirnya muncul dari masyarakat yang hanya menganggap ondel-ondel sebagai obyek musik jalanan semata.”Pemerintah seharusnya lebih serius membina para seniman sehingga ondel-ondel mendapat respons baik.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Sumber: kompascom - 🏆 9. / 68 Baca lebih lajut »
Sumber: kompascom - 🏆 9. / 68 Baca lebih lajut »
Sumber: Beritasatu - 🏆 26. / 59 Baca lebih lajut »
Sumber: detikcom - 🏆 29. / 51 Baca lebih lajut »
Sumber: Beritasatu - 🏆 26. / 59 Baca lebih lajut »
Sumber: mediaindonesia - 🏆 2. / 92 Baca lebih lajut »