REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dwina Agustin Baca Juga Serangan yang membunuh sembilan orang di Hanau, Jerman, membawa pertanyaan besar posisi pemerintah untuk melawan kebencian. Alasan rasisme yang menjadi dalang penembakan ditanggapi dengan keras oleh masyarakat.
Dikutip dari The Guardian, di negara bagian Hesse, multikulturalisme bukan sesuatu hal yang baru. Wilayah ini tidak seperti bagian lain Jerman yang mendapatkan arus pengungsi pada 2015. "Hanau adalah kota migrasi. Kamu tidak perlu melihat dari belakang ke sini karena takut seseorang akan meludahimu karena kamu memiliki rambut hitam. Saya pernah ke Saxony, Anda tahu, Hanau berbeda. Saya selalu senang ketika saya kembali ke sini," kata anggota aktif komunitas Kurdi Hanau Newroz Duman.
Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier mengatakan, serangan teror telah menimbulkan luka mendalam pada komunitas kota. Namun, sebenarnya bagi banyak orang peristiwa penembakan di depan Kafe Shisha hanya membuka kembali luka yang telah bernanah sejak pembunuhan NSU terungkap pada 2011. Bagi orang-orang seperti Karademir dan Duman, kekhawatiran sebenarnya bukanlah ada individu di Hanau yang memiliki pandangan ekstremis sayap kanan. Justru sikap aparat keamanan Jerman tidak memberikan kekuatan penuh untuk melindungi komunitasnya.
"Yang kami takutkan bukanlah orang-orang yang bisa Anda kenali sebagai neo-Nazi di jalan. Para simpatisan Nazi dalam fungsi resmi itulah yang membuat kami takut. Siapa yang ada di sana untuk melindungi kita?" ujar Duman.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Sumber: detikcom - 🏆 29. / 51 Baca lebih lajut »
Sumber: kompascom - 🏆 9. / 68 Baca lebih lajut »
Sumber: kompascom - 🏆 9. / 68 Baca lebih lajut »
Sumber: kompascom - 🏆 9. / 68 Baca lebih lajut »
Sumber: tribunnews - 🏆 37. / 51 Baca lebih lajut »