"Kalau kita bicara draf RUU Cipta Kerja, yang sedang terjadi adalah aturan ini sangat diarahkan untuk menarik kekuasaan ke pusat ," ujar Bivitri dalam diskusi bertajuk"Kenapa GalauDia melanjutkan, dari segi manajemen pemerintah pusat pun, kekuasaan tampak diarahkan untuk ditarik ke tangan presiden."Contohnya seperti apa? Pasal tersebut 170, yang merupakan contoh sangat konkret dari sentralisasi ini,"ungkap Bivitri.
Dia menjelaskan Pasal 170 memuat aturan jika ada hal-hal yang belum dijangkau oleh RUU Cipta Kerja maka bisa diatur selanjutnya oleh Peraturan Pemerintah . Padahal, kata Bivitri, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan, urutan tata aturan perundangan adalah UUD 1945, Ketetapan MPR , Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang , Peraturan Menteri lalu Peraturan Presiden .
"Nah seharusnya yang namanya Undang-Undang tidak boleh diatur materi muatannya dalam PP. Mengapa? karena logika demokrasi perwakilannya," tutur Bivitri.Sebab, Undang-Undang yang merupakan peraturan mendasar yang mengandung pidana hanya boleh diatur jika ada kuasa wakil rakyat di situ . "Sementara itu yang saat ini diatur pada Pasal 170 adalah UU manapun yang nanti ternyata butuh pengaturan lebih lanjut dan belum diatur dalam RUU Cipta Kerja bisa diatur oleh pemerintah lewat PP," ucap Bivitri.
Otonomi daerah buah Reformasi 98, dikubur kembali oleh RUU Cipta Kerja ini. Banyak UU kewenangan daerah ditarik ke Pusat oleh RUU ini. Dilematis, otonomi daerah juga gagal mengemban amanat penderitaan Rakyat. Dimana akar masalah bangsa ini?
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Sumber: CNN Indonesia - 🏆 27. / 53 Baca lebih lajut »
Sumber: korantempo - 🏆 38. / 51 Baca lebih lajut »
Sumber: mediaindonesia - 🏆 2. / 92 Baca lebih lajut »
Sumber: mediaindonesia - 🏆 2. / 92 Baca lebih lajut »
Sumber: republikaonline - 🏆 16. / 63 Baca lebih lajut »
Sumber: republikaonline - 🏆 16. / 63 Baca lebih lajut »