REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andri Saubani* Bencana banjir pada 1 Januari di Jabodetabek yang didahului oleh hujan deras semalam suntuk sekali lagi membuktikan fakta telah rusaknya lingkungan di wilayah ibu kota dan daerah penyangganya. Kala air yang tumpah dari langit pada saat-saat tertentu membeludak, lingkungan di Jabodatebek sudah tak kuasa lagi menerimanya.
Bicara luasan daerah resapan di Jabodetabek pun rasanya tak lagi relevan. Perubahan tata guna lahan, rawa-rawa telah lama jadi permukiman, industrialisasi, bangunan-bangunan beton, dan lainnya, semua itu mengakibatkan tak adanya kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah. Ayat di atas menunjukkan, bahwa fenomena alam yang ditandai dengan turunnya hujan dari langit ke bumi adalah sunatullah, atau kebiasaan atau cara Allah dalam mengatur alam dunia. Saat dunia ini mengalami ketidakseimbangan, maka dengan sendirinya dunia akan mencari jalan untuk menyeimbangkan diri lagi.
Kini, lantaran hujan lebat telah berujung bencana yang sampai memakan korban jiwa, pemerintah lewat institusi terkait seperti BPPT pun mencari cara untuk mencegah hujan turun di daratan. Lewat teknik modifikasi cuaca, kumpulan awan dicegah bergeser ke daratan. Awan-awan itu kemudian disemai dengan puluhan ton garam yang diangkut dengan pesawat TNI AU sehingga hujan turun di selat Sunda, Laut Utara Jawa, atau kawasan Ujung Kulon sebelum tiba di daratan Jabodetabek.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Sumber: tribunnews - 🏆 37. / 51 Baca lebih lajut »
Sumber: temponewsroom - 🏆 13. / 63 Baca lebih lajut »
Sumber: Beritasatu - 🏆 26. / 59 Baca lebih lajut »
Sumber: antaranews - 🏆 6. / 78 Baca lebih lajut »