) menjadi sinyal kuat bahwa persoalan yang muncul dari produk HYPN ini bukan masuk ke ranah pidana.
“Saat ini sangkaan hukum yang diarahkan adalah Pasal 46 ayat 1 UU Perbankan, di mana di dalamnya diarahkan bahwa IOI telah mengumpulkan dana masyarakat secara ilegal. Ini keliru karena IOI tidak melaksanakan pengumpulan dana masyarakat sebagai simpanan. Oleh karenanya, tidak perlu dan tidak ada aturan IOI harus mendapatkan izin BI atau OJK dalam melaksanakan kegiatan usahanya,” ujar pria yang juga menjadi staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Pancasila ini.
“Jangan sampai kita tersesat dalam memahami perkara ini. Pembayaran yang sudah dilakukan hingga tujuh tahap oleh pihak IOI ini menunjukkan bahwa produk HYPN ini bukanlah bentuk investasi bodong. Toh, sampai sekarang IOI tetap mampu membayar dan tidak ada sama sekali niat untuk tidak membayarkannya,” ujarnya.Sebagaimana diketahui bahwa pada 2 Juni 2021, pihak IOI kembali menunaikan pembayaran restrukturisasi produk HYPN senilai Rp 1,9 triliun.
Sebelumnya, berdasarkan skema Putusan No 174/Pdl Sus-PKPU 2020/PN Niaga Jakarta Pusat terdapat sebanyak tujuh kelompok kreditur yang pembayarannya dilakukan bertahap sampai tahun 2027. Awalnya, IOI akan mulai melakukan pembayaran pada Maret 2021. Namun, proses itu dipercepat pada Desember 2020.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Sumber: liputan6dotcom - 🏆 4. / 83 Baca lebih lajut »
Sumber: CNN Indonesia - 🏆 27. / 53 Baca lebih lajut »
Sumber: kompascom - 🏆 9. / 68 Baca lebih lajut »
Sumber: liputan6dotcom - 🏆 4. / 83 Baca lebih lajut »
Sumber: tempodotco - 🏆 12. / 63 Baca lebih lajut »
Sumber: mediaindonesia - 🏆 2. / 92 Baca lebih lajut »