Sosialisasi judol itu di antaranya melibatkan penghulu dan penyuluh agama. Dua profesi tersebut sangat dekat dengan keseharian masyarakat. Para penghulu, misalnya, dapat melakukan sosialisasi kepada setiap pasangan mempelai yang akan dinikahkan.
Para penyuluh dan penghulu, tegas Kamaruddin, memang harus responsif terhadap realitas dan dinamika di tengah masyarakat. Ketika judol marak dan sangat merugikan masyarakat, secara otomatis para penyuluh dan penghulu harus aktif memberikan bimbingan kepada masyarakat. ”Judi, apa pun bentuknya, dilarang dan bertentangan dengan agama,” tandasnya.
Kawiyan mengakui, di era digital saat ini, aksesibilitas anak-anak pada perangkat digital dan internet begitu mudah. Berdasar data BPS, 88,9 persen anak Indonesia usia 5–17 tahun sudah tersambung dengan internet. Sebagian besar dari mereka mengonsumsi media sosial. ”Sementara, kita tahu apa yang ada di media sosial, banyak konten yang tidak terkonfirmasi kebenarannya, tidak tersensor dan terverifikasi, yang dapat dengan mudah ditonton anak-anak,” jelasnya.
Tidak hanya dalam bentuk perkataan yang tidak semestinya, ada pula adegan kekerasan, pornografi, hingga perjudian online ada di sana. Karena itu, Kawiyan menekankan perlunya pengawasan dan pendampingan orang tua. ”Anak-anak rentan terhadap kecanduan judi online ini juga lantaran aksesibilitas dan keterpaparan. Hampir semua daerah di Indonesia sudah tersambung dengan internet.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Sumber: liputan6dotcom - 🏆 4. / 83 Baca lebih lajut »
Sumber: CNNIDdaily - 🏆 14. / 63 Baca lebih lajut »
Sumber: cnbcindonesia - 🏆 7. / 74 Baca lebih lajut »
Sumber: detikfinance - 🏆 18. / 63 Baca lebih lajut »
Sumber: antaranews - 🏆 6. / 78 Baca lebih lajut »
Sumber: mediaindonesia - 🏆 2. / 92 Baca lebih lajut »