BANGUNAN itu hanya berjarak sepelemparan batu dari bibir pantai Desa Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Berdiri di atas lahan seluas tiga hektare, bangunan itu terdiri atas kompleks permakaman, sebuah musala, dan tempat tetirah para peziarah. Di situlah tempat peristirahatan terakhir Syekh Abdurrauf al-Singkili.
Masyarakat Aceh menyebut Abdurrauf al-Singkili dengan Syiah Kuala. Gelar itu juga diabadikan sebagai nama kampus negeri tertua di Aceh, yaitu Universitas Syiah Kuala. “Beliau ulama besar, guru bagi banyak wali,” kata Azyumardi Azra, guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang mempelajari sejarah dan peradaban Islam, pada awal Mei lalu.
Dalam buku Jaringan Ulama Timur Tengah karya Azyumardi Azra disebutkan, Syiah Kuala menempuh pendidikan selama 19 tahun di Timur Tengah. Sebelumnya, ia mengenyam pendidikan di dayah atau madrasah Oboh Simpang Kiri. Kuala Kitab Umdat al-Muhtajin ila Suluk Maslak al-Mufridin, catatan Syiah Kuala, menunjukkan ia sempat berinteraksi dengan 19 guru dari berbagai disiplin ilmu.
Syiah Kuala sempat berkelana ke berbagai wilayah Kesultanan Aceh sebelum menetap di Pantai Kuala Krueng, Aceh. Kawasan itu dulu merupakan pusat perdagangan dan tempat menetap bangsa asing. Di sana terdapat Gampong Biduen, yang oleh Muhammad Yunus Jamil dalam bukunya, Gerak Kebangkitan Aceh, dikenal sebagai kompleks pelacuran.
Guru besar Universitas Islam Negeri Jakarta, Oman Faturrahman, mengatakan keterpikatan Sultanah Safiatuddin membuat dia menjadikan Syiah Kuala sebagai Kadhi Malikul Adil Kesultanan Aceh. Jabatan ini terbilang tinggi karena sistem pemerintahan Aceh terbagi dua kamar, yaitu otoritas politik dan agama. Kadhi merupakan pemegang otoritas tertinggi di bidang hukum dan keagamaan. Oman menyamakan jabatan ini seperti Ketua Mahkamah Agung.
Syiah Kuala akhirnya berhasil mendamaikan dua mazhab pemikiran itu lewat pendekatan kompromistis. Menurut Oman, Syiah Kuala tak menghakimi salah satu ajaran, tapi mengajak orang lain, terutama kepada pengikut Ar-Raniri, tak mudah melabeli orang lain sesat atau kafir hanya karena perbedaan mazhab.Pintu gerbang makam Syekh Abdurrauf al-Singkili di Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, 9 Mei 2020.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Sumber: liputan6dotcom - 🏆 4. / 83 Baca lebih lajut »
Sumber: kompascom - 🏆 9. / 68 Baca lebih lajut »
Sumber: tempodotco - 🏆 12. / 63 Baca lebih lajut »
Sumber: kompascom - 🏆 9. / 68 Baca lebih lajut »
Sumber: CNN Indonesia - 🏆 27. / 53 Baca lebih lajut »
Sumber: jpnncom - 🏆 25. / 59 Baca lebih lajut »