Bagi sebagian besar orang, musik telah menjadi bagian yang amat penting di setiap rutinitas, tak terkecuali ketika berolahraga. Barangkali itu pula yang selama ini menjadi alasan pelari, pendayung, atau binaragawan selalu mengenakan perangkat jemala atau telinga saat latihan.
Mendengarkan musik saat berolahraga, kata Karageorghis, umumnya akan memberikan 'efek disosiatif'. Artinya, musik dapat membantu mengalihkan pikiran dari gejala internal yang berhubungan dengan kelelahan. Meskipun musik tidak dapat mengurangi persepsi pengerahan tenaga pada intensitas kerja, akan tetapi ia dapat memengaruhi suatu area pada otak yang terkait dengan suasana hati.
Merujuk penelitian psikolog Maria Rendi, Karageorghis menjelaskan tempo lambat dan cepat dalam pemutaran 'Beethoven's Symphony No 7 in A mayor ' rupanya telah memengaruhi performa pelari cepat . Tempo cepat menghasilkan peningkatan kinerja sebanyak 2%, sementara yang lambat menghasilkan peningkatan sebanyak 0,6%.
Untuk aplikasi pascaolahraga, musik klasik akan menjadi penenang dan merevitalisasi atau mempercepat proses kembalinya tubuh dalam keadaan istirahat. Pola dasar solo piano Erik Satie dalam 'Gymnopédie No 1' akan menjadi 'gelombang kejut ' untuk otot pendengar yang lelah. - 'Juba Dance - Symphony No 1 in E minor' karya Florence Price: Simfoni yang lembut dalam lagu ini akan meningkatkan detak jantung selama fase pemanasan.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.