Hujan menjemput mereka dalam kebisuan. Diantar oleh derap langkah sepatu-sepatu bersol tebal juga kendaraan beroda besar yang sibuk melompati genangan air.
Jangankan bersuara, bernapas terlalu kencang saja kami terlalu sungkan. Jadi kami hanya diam. Sesekali bersuara jika diperlukan. Suatu ketika aku berangan menjadi anak remaja yang punya gelora. Kuputuskan hari itu akan menjadi hari remajaku. Pada bulan keempat belas setelah kelahiran jika tidak salah hitungan. Aku minggat bersama beberapa kawanku yang juga memutuskan menjadi seorang remaja di hari itu. Daliman, salah seorang kawan yang bersamaku malam itu. Ia lahir lebih dulu dariku dan di antara kami, hanya dirinya yang memiliki pengalaman menjadi remaja.
Jujur saja, kupikir perjalanan remaja ini akan mengasyikkan dan penuh tawa kebebasan. Namun, nyatanya yang kami dapatkan hanya kegelisahan. Dalam hati aku bertanya, apa ini bayaran dari kebebasan? Hari-hariku sebagai manusia dewasa terus berlanjut. Pagi buta mencari air yang jauhnya tidak bisa dihitung dengan jengkalan tangan, pulang untuk membasuh diri juga mengambil jatah makan yang hanya sekepalan tangan. Sebelum siang aku dan kawananku digiring oleh para pengasuh ke tanah lapang yang katanya ladang, padahal hanya semak belukar yang dengan terpaksa mau tumbuh di tanah ini.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Sumber: detikcom - 🏆 29. / 51 Baca lebih lajut »
Sumber: detikcom - 🏆 29. / 51 Baca lebih lajut »
Sumber: suaradotcom - 🏆 28. / 53 Baca lebih lajut »
Sumber: detikfinance - 🏆 18. / 63 Baca lebih lajut »
Sumber: kompascom - 🏆 9. / 68 Baca lebih lajut »
Sumber: detiksport - 🏆 24. / 59 Baca lebih lajut »