Dian Sastrowardoyo cerita soal titik terendah yang pernah dialaminya setelah jadi mualaf. Momen itu terjadi lebih dari 20 tahun lalu, tak lama setelah terjadi peristiwa Bom Bali 1.
'Pesawat gue dari Bali tuh pagi banget, jam 6 atau jam 7 pagi. Gue juga lupa saat itu international flight kan harus bayar fiskal. Nah saat itu gue baru mulainya traveling sendiri, terus dulu koper gue belum ada rodanya, jadi tas gede yang buat olahraga. Itu gue packing, gotong, beratnya mungkin 15 sampai 20 kilogram,' kenang Dian Sastrowardoyo.
Keadaannya saat itu mungkin sangat jauh dari bayangan orang-orang. Dian benar-benar mandiri melewati kesulitan tanpa bantuan dari siapa pun selama menyusuri jalan menuju terminal bandara. 'Gue sampai di terminal internasional. Check in, terus harus bayar fiskal pakai cash, gue kagak ada. Adanya ATM, mati gue. Sementara sudah harus boarding karena gue sudah telat. Last minute gue check in dan itu cuma satu-satunya flight ke Singapura. Intinya di internasional enggak ada ATM,' akunya.Datang Pertolongan AllahLantaran sudah putus asa tak tahu harus berbuat apa, Dian Sastrowardoyo cuma bisa memasrahkan diri dan berdoa kepada Tuhan dengan segenap hati.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Sumber: VIVAcoid - 🏆 3. / 90 Baca lebih lajut »
Sumber: liputan6dotcom - 🏆 4. / 83 Baca lebih lajut »
Sumber: VIVAcoid - 🏆 3. / 90 Baca lebih lajut »
Sumber: VIVAcoid - 🏆 3. / 90 Baca lebih lajut »
Sumber: tvOneNews - 🏆 1. / 99 Baca lebih lajut »
Sumber: rmol_id - 🏆 21. / 63 Baca lebih lajut »