Ahli Epidemiologi Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan target Presiden terlalu ambisius. Pasalnya, sebelum ada embargo vaksin COVID-19, kemungkinan untuk mendapatkan vaksin sudah cukup sulit karena jumlah vaksin yang masih sangat terbatas. Lanjutnya,COVID-19 di Indonesia sendiri masih belum ideal, yaitu masih di bawah tiga persen dari total populasi.
“Ini yang harus kita perkuat. Faktanya , belum kuat. Jangankan optimum, memadai saja belum. Ini yang menjadi PR pemerintah pusat dan daerah, sehingga apapun nanti kendala, atau hambatan yang dikaitkan dengan vaksinasi tidak terlalu siginfikan,” katanya. Para perempuan bereaksi saat menunggu dalam masa observasi setelah menerima vaksin Sinovac saat program vaksinasi massal COVID-19 di Bursa Efek Indonesia di Jakarta, 31 Maret 2021.
Ia membandingkan Indonesia dengan Australia, tempatnya bermukim saat ini. Dijelaskannya, laju vaksinasi di negara tersebut saat ini masih lambat. Namun, hal ini tidak menjadi masalah karena strategi “3T” dan isolasi serta karantinanya berjalan dengan sangat ketat. Hal tersebut berdampak pada jumlah kasus yang sangat rendah, bahkan test positivity ratenya di bawah satu persen.
Jika Indonesia hanya fokus pada vaksinasi, kata Dicky, kasus kesakitan maupun kematian akan terus meningkat. Yang lebih mengkhawatirkan, ujarnya, di Indonesia peningkatan itu tidak terdeteksi karena rendanya 3T.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.