Layanan Kesehatan di Indonesia Belum Ramah Masyarakat Miskin
Hasil studi menunjukkan layanan kesehatan di Indonesia sepanjang 2018-2019 belum ramah terhadap masyarakat miskin dan lebih condong memafasilitasi masyarakat menengah ke atas.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil studi menunjukkan layanan kesehatan di Indonesia sepanjang 2018-2019 belum ramah terhadap masyarakat miskin dan lebih condong memfasilitasi masyarakat menengah ke atas. Manfaat layanan kesehatan yang diterima masyarakat termiskin di Indonesia juga sangat minim dibandingkan dengan orang kaya.
Hal tersebut terangkum dalam hasil studi mengenai ”Analisis Benefit Incidence dalam Pembiayaan Kesehatan di Indonesia” sepanjang tahun 2018-2019. Studi tersebut dilakukan oleh University of New South Wales (UNSW), Australia, bekerja sama dengan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) dan pihak lainnya.
Peneliti ekonomi kesehatan dari UNSW, Augustine Asante, mengemukakan, hasil studi menunjukkan bahwa penggunaan layanan kesehatan berupa puskesmas mengalami peningkatan dari 23,7 persen pada 2018 menjadi 24,6 persen pada 2019. Layanan puskesmas ini banyak digunakan oleh masyarakat miskin. Sementara penggunaan fasilitas klinik swasta mengalami penurunan dari 21,5 persen menjadi 14,4 persen.
Kelompok masyarakat kelas bawah cenderung akan mengakses ke puskesmas, sedangkan kelas atas ke rumah sakit.
”Terdapat kemajuan di dalam distribusi dari manfaat layanan kesehatan di sektor publik bagi masyarakat miskin sepanjang 2018-2019. Banyak sekali faktor pendorong dari distribusi manfaat ini di puskesmas yang lebih memfasilitasi masyarakat miskin,” ujarnya dalam webinar tentang keadilan dalam pembiayaan kesehatan di Jakarta, Kamis (21/10/2021).
Meski demikian, Augustine menyebut bahwa hasil studi melihat secara keseluruhan manfaat layanan kesehatan di Indonesia sepanjang 2018-2019 lebih ramah terhadap masyarakat menengah ke atas. Manfaat layanan kesehatan yang diterima masyarakat termiskin di Indonesia juga sangat minim dibandingkan dengan orang kaya.
”Walaupun sektor publik masih pro terhadap masyarakat miskin, dalam hal kebutuhan kesehatan seharusnya mereka mendapatkan layanan yang lebih baik dibandingkan dengan yang diterima saat ini,” ujarnya.
Pengambilan data dalam studi ini dilakukan dalam dua gelombang. Pengambilan data di setiap gelombang melibatkan 7.500 keluarga dengan total lebih dari 31.000 individu dari 10 provinsi di Indonesia. Responden tersebut dipastikan memiliki informasi dan pengguna langsung terhadap layanan kesehatan masyarakat.
Beberapa sumber data lainnya yang juga digunakan dalam analisis di antaranya National Health Accounts (NHA) Indonesia tahun 2018, data kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk melakukan estimasi pembiayaan dari setiap fasilitas kesehatan, dan gabungan Ina-CBG atau instrumen untuk menghitung pembayaran rumah sakit dengan sistem paket.
Augustine menjelaskan, langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis ini ialah dengan melakukan estimasi angka utilisasi dari berbagai tipe pelayanan kesehatan yang berbeda. Estimasi ini termasuk untuk pembiayaan rawat jalan dan inap. Selain itu, dilakukan analisis distribusi manfaat layanan kesehatan yang terkait dengan kebutuhan masyarakat.
Menanggapi hasil studi tersebut, Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Sena mengatakan, penggunaan jasa kesehatan berbeda-beda untuk setiap elemen masyarakat. Kelompok masyarakat kelas bawah cenderung akan mengakses ke puskesmas, sedangkan kelas atas ke rumah sakit.
”Ini menjadi refleksi agar Kementerian Kesehatan benar-benar meletakkan masyarakat bawah sebagai fokus perhatian. DPR terus mendorong agar Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan BPJS Kesehatan menaruh perhatian kepada kelompok masyarakat yang semakin rentan pada masa pandemi ini,” ucapnya.
Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Made Arya Wijaya menyatakan akan melihat dan mengkaji semua hasil studi tersebut. Hal itu untuk melihat bagaimana layanan kesehatan ataupun kebijakan saat ini bisa lebih ramah terhadap kelompok masyarakat kaya.
Transformasi sistem kesehatan
Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat Prastuti Soewondono mengatakan, pemerintah telah membuat transformasi sistem kesehatan 2021-2024. Enam prioritas kunci dalam transformasi ini ialah layanan kesehatan, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia (SDM), dan teknologi kesehatan.
Dalam prioritas transformasi layanan primer, pemerintah akan melakukan sejumlah upaya, di antaranya meningkatkan edukasi kesehatan dan pencegahan. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas layanan primer juga tidak luput untuk dilakukan. Pemerintah akan membangun kembali puskesmas di 171 kecamatan, menyediakan 40 obat esensial, dan memenuhi SDM kesehatan primer di daerah-daerah yang membutuhkan.
”Untuk transformasi layanan rujukan akan ditingkatkan akses dan mutu layanan sekunder ataupun tersier, termasuk membangun rumah sakit di kawasan timur. Hal-hal lainnya juga akan dirumuskan dalam jejaring pengampuan enam layanan unggulan dan dilakukan kemitraan dengan worlds top healthcare center,” katanya.