Sukses

Pandemi Corona Ancam Keberlangsungan Petani Tembakau

Kesejahteraan petani tembakau semakin turun karena adanya wabah Covid 19 dan resesi ekonomi nasional.

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pemerintah pada 2019 yang menaikan cukai rokok sebesar 23 persen dan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 35 persen telah menurunkan jumlah produksi dan penjualan rokok di tanah air. Ini semakin diperparah dengan adanya pandemi virus corona dan resesi ekonomi sebagai dampaknya.

Turunnya produksi dan penjualan rokok ini turut berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat petani tembakau di seluruh Indonesia. Kesejahteraan petani tembakau semakin turun karena adanya wabah Covid 19 dan resesi ekonomi nasional. Produksi dan penjualan rokok semakin menurun otomatis menurunkan jumlah pembelian tembakau di kalangan petani.

“Jumlah Penjualan tembakau masyarakat petani sangat tergantung dari banyaknya jumlah produksi dan penjualan produk rokok nasional. Sejak adanya kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen dan harga jual ceran rokok sebesar 35 persen, harga rokok naik namun penjualannya turun," papar Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nusa Tenggara Barat (NTB) Sahmihudin dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (28/5/2020).

"Hal ini berakibat pada menurunnya jumlah pembelian tembakau oleh industri rokok kepada para petani. Diperparah oleh Covid 19 dan resesi ekonomi saat ini. Jumlah pembelian tembakau semakin menurun. Ini berakibat pada menurunnya tingkat kesejahteraan petani tembakau,” lanjut dia.

Menurut Sahmihudin, saat ini ada ratusan ribu tenaga kerja yang terlibat di perkebunan tembakau, ditambah ratusan ribu hingga jutaan tenaga kerja yang terlibat di sektor industri rokok dan industri pendukungnya.

Ini menjadi bukti jika industri rokok telah menggerakan perekonomian masyarakat. Ditambah pemasukan keuangan dari sektor cukai dan pajak yang sangat tinggi bagi pemerintah termasuk di musim pendemi Covid 19 ini.

“Saat ini di Propinsi NTB saja ada sekitar 150 ribu hingga 200 ribu tenaga kerja yang terlibat di sektor perkebunan tembakau. Belum lagi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan propinsi lainnya. Ratusan ribu hingga Jutaan tenaga kerja yang terserap di industri rokok dan industri pendukungnya. Karena itu pemerintah harus serius melindungi industri rokok dan perkebunan tembakau,” ungkap Samihudin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Serap Banyak Tenaga Kerja

Lebih lanjut dia menjelaskan, indsutri hasil tembakau selain padat karya atau menyerap tenaga kerja yang banyak, juga menyerap modal yang tinggi.

"Biaya yang diperlukan untuk membayar buruh tani tembakau dan pengolahannya sehingga tembakau hasil perkebunan petani tembakau dapat diserap oleh industri rokok dalam setahunnya mencapai Rp 800 miliar-Rp 1, 2 triliun. Jumlah yang tidak sedikit," jelas dia.

Sementara dari 110 ribu ton hasil tembakaunya, yang terserap hanya sekitar 50 ribu ton tembakau. Sisanya, diserap namun dengan harga dibawah pasar.

“Karena itu kami minta pemerintah berlaku adil. Kalau industri lainnya diperhatikan, maka industri hasil tembakau termasuk perkebunan tembakau juga mendapat perhatian pemerintah. Pemerintah harus hadir mengatasi permasalahan yang dihadapi petani tembakau juga pelaku industri rokok. Sebab keberlangsungan perkebunan tembakau tergantung dari keberlangsungan industri rokok di Tanah Air," tutup dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.